Ad Code

Responsive Advertisement

Visi Muslim : Islam Merupakan Agama Toleran https://ift.tt/2OkT3Xn




Islam itu begitu menekanan pada masalah teloransi agama. Karena umat Islam percaya bahwa nabi telah dikirim kepada semua kaum dan semua bangsa. Dengan demikian, umat Islam tidak bisa untuk tidak menghormati, mengejek, atau menghina salah satu nabi Allah, mereka juga tidak dapat melukai sentiment para pengikut agama manapun.  
Firman Allah ta’ala yang  mendasari perkataan saya ini:
….ini adalah kebenaran dari Tuhan; Oleh karena itu barang siapa yang akan beriman, berimanlah, dan barang siapa yang akan ingkar, maka ingkarlah.” (QS.18: surah Al-Kahfi Ayat 30)  ini adalah ajaran Islam yang sebenarnya. Jika hati seseorang menginginkan, maka mereka bebas untuk menerima Islam, tetapi jika hati mereka tidak, maka mereka juga bebas untuk menolaknya. Oleh karena itu, Islam sama sekali menentang adanya paksaan dan ekstrimisme, melainkan Islam adalah pendukung perdamain dan harmoni di semua lapisan masyarakat.
Ibu telah melahirkan saya di negeri yang memiliki penduduk dengan agama, suku, dan budaya yang beragam. Hidup rukun dan saling berdampingan satu sama lain menjadi ciri khas negara yang memiliki semboyan Bhineka Tunggal Ika ini. Gak tau kenapa akhir-akhir ini, hati saya sedih, tersayat juga bahkan geram setiap kali membaca surat kabar headlinenya mengenai “penganiayaan terhadap tokoh agama kian marak terjadi.” Saya takut kejadian ini akan membesar menjadi konflik antar agama.
Saya dan bahkan semua orang pasti mendambakan hidup dalam kerukunan, ketentraman, keamanan dan keadilan di negeri ini. Saya menyadari bahwa keinginan itu memang sulit untuk terrealisasi. Apalagi keyakinan masyarakat Indonesia yang beragam mampu memicu terjadinya konflik Horizontal. Apakah itu antar agama, sekte, semua itu bisa terjadi. 
Saya mengakui dan merasakan bahwa menjadi seorang Ahmadiyah yang dilabeli sesat dan menyesatkan karena menyakini bahwa Hz. Mirza Ghulam Ahmad adalah seorang Nabi. Untuk hidup tentram, aman, dan mendapatkan keadilan di mata hukum begitu mahal bagi seorang ahmadi.
 Saya masih ingat betul saat rumah ibadah kami di desa sadasari Kec. Argapura Kab. Majalengka dirusak oleh sekelompok massa.  mereka mengenakan baju panjang berwarna putih tergabung kedalam AGAM (Aliansi Gerakan Anti Maksiat) terdiri dari berbagai ormas-ormas radikal mengerumuti masjid Al-Istiqomah. Berbagai macam umpatan keluar dari mulut mereka sambil bertetriak penuh amarah merusak masjid dengan lemparan batu.
Aparat kepolisian yang berada di lokasi  kejadian tidak mampu membendung amuk massa yang membabi buta. Polisi seolah membiarkan aksi berutal itu terjadi, memang tidak ada korban jiwa atas peristiwa itu. Akan tetapi dampak dari peristiwa itu meninggalkan trauma dan luka mendalam di hati para anggota Jemaat Ahmadiyah Cabang  Sadasari.
Para pelaku pengrusakan yang harusnya mendapatkan hukuman pidana dan mendekam di penjara. Kerena  telah melanggar  pasal 170 ayat 1 KUHP yang bunyinya: “Barang siapa dan dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap  orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.” 
Undang-undang ini seakan tidak berlaku bagi mereka. Mereka justru dibiarkan bebas menghirup udara segar di luar jeruji besi. Hati saya merasa terpukul kala itu mendengar ketidak adilan di Negeri ini,  akan tetapi hanya bisa pasrah dan menyerahkan semuanya kepada yang Maha Kuasa. Peristiwa itu terjadi 2008, sembilan tahun yang lalu saat saya masih duduk di kelas 1 SMP.
Beberapa hari sebelum kejadian itu, Habib Rizieq Shihab menyampaikan ceramah di desa sadasari yang isinya menghinakan Ahmadiyah. Masyarakat yang mendengar ceramah tersebut terprovokasi oleh hasutannya. Sehingga beberapa hari setelah itu, Masyarakat pun mengadakan unjuk rasa yang dinamai dengan “Aksi Damai” di halaman masjid Al-Iman Majalengka dalam aksinya mereka mendatangi polsek Majalengka, Bupati Majalengka, dan Kajari Majalengka. 
Masa berorasi dan membawa sepanduk serta tulisan-tulisan yang mengecam keberadaan Jemaat Ahmadiyah Sadasari dan menuntut agar pemerintah setempat dapat membubarkan Jemaat Ahmadiyah Sadasari.
Pihak pemerintah mengatakan bahwa tuntutan massa akan ditindak lanjuti sesuai prosedur hukum yang berlaku dan tentunya menunggu keputusan pemerintah pusat. 
Mendengar jawaban pemerintah daerah setempat ini, massa kecewa dan membubarkan diri dengan damai dan tanpa anarkisme. Akan tetapi diluar dugaan, massa justru mendatangi desa sadari dan melakukan pengrusakan terhadap masjid dan rumah anggota Jemaat Ahmadiyah Sadasari.
Melihat amuk massa yang bergerak membabi buta merusak rumah Allah ta’ala. Sembari mereka meneriakan kalimat  Allahu AkbarAllahu AkbarAllahu Akbar  batu-batu pun melayang di udara menghujani masjid Al-Istiqomah.  
Tidak tertahankan lagi air mata pun mulai meleleh membasahi pipi, rasa kesal  menguasai diri saya  hanya menambah derasnya air mata. Sesekali saya ucapkan kata-kata dengan nada penuh kekesalan “apa salah kami !” sembari menangis tersedu-sedu meneteskan air mata.
Islam Agama Toleran
Seiring berjalannya waktu, kenangan kelam itu perlahan mulai bisa saya lupakan.  Namun sesekali hadir  kedalam mimpi dan menghantui pikiran saya. Selama saya menuntut ilmu agama,  Islam itu begitu menekanan pada masalah toleransi agama. Karena umat Islam percaya bahwa nabi telah dikirim kepada semua kaum dan semua bangsa. 
Dengan demikian, umat Islam tidak bisa untuk tidak menghormati, mengejek, atau menghina salah satu nabi Allah, mereka juga tidak dapat melukai sentiment para pengikut agama manapun.
Firman Allah ta’ala-lah yang  mendasari perkataan saya ini “….ini adalah kebenaran dari Tuhan; Oleh karena itu barang siapa yang akan beriman, berimanlah, dan barang siapa yang akan ingkar, maka ingkarlah.” (QS.18: surah Al-Kahfi Ayat 30)
ini adalah ajaran Islam yang sebenarnya. Jika hati seseorang menginginkan, maka mereka bebas untuk menerima Islam, tetapi jika hati mereka tidak, maka mereka juga bebas untuk menolaknya. Oleh karena itu, Islam sama sekali menentang adanya paksaan dan ekstrimisme, melainkan Islam adalah pendukung perdamain dan harmoni di semua lapisan masyarakat.
Jika ada sekelompok orang yang meneriakan allahu akbar, allahu akbar, allahu akbarsambil melemparkan batu ke masjid, gereja, kelenteng, dsb patut dipertanyakan keislamannya.
Mereka Mencoba Melenyapkan Kecintaan 
Mereka tidak hanya merusak tempat ibadah tetapi mecoba untuk memadamkan kecintaan saya kepada Hz. Mirza Ghulam Ahmad as, itu lebih menyakitkan. Berbagai upaya mereka tempuh supaya saya membenci beliau as dengan mengatakan Hz. Mirza Ghulam Ahmad as adalah Nabi palsu, matinya di WC, dajjal, dsb.
Memang tidak melukai secara fisik, pendarahan pun bahkan tidak ada. Namun kata-kata itu melukai saya sebagai pengikutnya. Jika saya tidak berpegangan teguh kepada motto “love for all hatred for none” mungkin kebencian terhadap mereka akan terus terparti di dalam diri saya. Bagaimana tidak, mereka telah menganiaya pemuka agama saya dengan kata-kata yang kurang sopan.
Perpu no. 2 tahun 2017 membuat saya tenang menjalani ibadah tanpa harus merasa was-was. Sekaligus menghambat aksi anarkis yang kerap kali mereka lakukan, dengan mengatasnamakan “jihad fi sabilillah.” Saya sebagai Muslim Ahmadi mempercayai bahwa, di era ini, konsep kekerasan jihad dengan pedang adalah benar-bener salah dan harus ditolak. 
Jika ada para ulama yang mempromosikan atau bahkan mempraktekan jihad semacam ini. Kepercayaan mereka telah menyebabkan lahirnya banyak kelompok garis keras dan organisasi teroris yang bermunculan dikalangan umat islam Indonesia.

Menyikapi Perbedaan dengan Bijak
Saya begitu mendambakan pelangi itu muncul setelah hujan berhenti. Sebagaimana saya pun mendambakan kerukunan antar umat beragama tercipta di negeri ini. Walaupun pada kenyataannya harus dibayar dengan air mata dan pertumpahan darah terlebih dahulu. Karena konflik memang menakutkan dengan tujuan untuk menyadarkan bahwa “perbedaan itu indah.”
Saya, Muslim Ahmadi, percaya bahwa agama adalah masalah pribadi bagi setiap individu dan dirinya sendiri bebas menentukan pilihan serta tidak boleh ada paksaan dalam hal keimanan. Dengan demikian, jika ada sekelompok orang memaksa merubah keyakinan dengan cara anarkis, menteror, menginterpensi, tidak diragukan lagi, hal itu merupakan tindak kekejaman dan penganiayaan besar.
Keakuan hanya menimbulkan suatu perpecahan. Karena Kebenaran suatu aliran tidak dapat dinilai dengan banyak atau sedikit pengikutnya, melainkan kebenaran suatu aliran hanya Allah ta’ala lah yang mengetahuinya.


from Mohammad Khoirul Amin https://ift.tt/2OkT3Xn
via IFTTT

Post a Comment

0 Comments

Close Menu