Makan, sudah. Minum pun sudah banyak. Tapi, rasa lapar datang lagi dan lagi seakan-akan belum makan berjam-jam. Ini bisa berarti tubuh sudah mendapat terlalu banyak kelebihan kalori lewat pemanis tambahan.
Ketika bertemu lidah, makanan dan minuman manis memang terasa menyenangkan. Namun, jenis gula semacam ini tidak mengisi perut secara efektif.
Terlebih camilan kurang sehat di pasaran tidak mengandung cukup protein, serat, dan lemak sehat. Untuk mengimbanginya, tubuh membakar gula dengan cepat sehingga langsung timbul rasa lapar seketika.
Bagaikan benang kusut, ini akan membuat seseorang makan atau minum lebih banyak lagi. Kalorinya? Jangan ditanya. Metabolisme tubuh dalam mengendalikan gula darah pun jadi berantakan.
Tidak sedang menjelang PMS tapi mood berantakan dan mudah tersinggung? Bisa jadi itu tanda terlalu banyak makan permen atau camilan manis lainnya. Belum lama ini, ada studi di jurnal Medical Hypotheses yang menemukan bahwa mengonsumsi gula terlalu banyak memicu peradangan, mood buruk, bahkan berisiko menimbulkan gejala depresi.
Ini masuk akal. Ketika mengonsumsi makanan tinggi gula dan kalori, dengan cepat kadar gula tubuh turut melejit. Kemudian saat tubuh sekuat tenaga berupaya memprosesnya, level energi justru turun signifikan sehingga terasa lesu dan mudah tersinggung.
Terlalu banyak gula dalam tubuh bisa membuat seseorang merasa lesu sekaligus lelah. Jelas, karena gula adalah sumber energi yang terserap dengan begitu cepat bahkan jika mengonsumsi sebanyak apapun. Dalam beberapa menit kemudian, tubuh akan terasa lesu dan ingin mengonsumsi camilan semacam itu lagi.
Ketika kadar gula tubuh dan insulin naik turun secara signifikan, level energi bisa ikut drop. Ini akan berpengaruh pada energi secara keseluruhan.
Apabila makanan atau minuman yang sudah manis mulai terasa hambar di lidah Anda, bisa jadi itu juga sinyal berbahaya. Ini terjadi karena otak sudah terlatih mengenali makanan dan minuman yang sangat manis. Akibatnya, menjadi lebih sulit memuaskan otak dan indra perasa.
Ekspektasi makanan terlalu manis membuat makanan atau minuman di depan mata terasa hambar. Padahal, bagi orang lain mungkin itu sudah terasa manis.
Sinyal lain ketika mengonsumsi terlalu banyak gula adalah tekanan darah tinggi atau hipertensi. Menurut American Journal of Cardiology, mengonsumsi minuman dengan pemanis tambahan sangat berkaitan dengan tekanan darah tinggi serta risiko terjadinya hipertensi.
Logikanya adalah, glukosa tinggi dapat merusak dinding pembuluh darah. Akibatnya, kolesterol lebih mudah mengendap di pembuluh darah hingga menyebabkan penyumbatan. Di sinilah asal mula naiknya tekanan darah.
Apabila ada jerawat yang tak kunjung sembuh, bisa jadi ada pengaruh dari konsumsi gula berlebihan. Resistansi insulin kemudian dapat memicu munculnya jerawat.
Tidak berhenti sampai di situ, keriput juga merupakan tanda-tanda lain mengonsumsi gula berlebihan. Kelebihan gula ini memicu terjadinya penuaan pada kulit.
Kebiasaan mengonsumsi makanan dan minuman manis seperti minuman bersoda meningkatkan risiko rheumatoid arthritis pada perempuan. Tak hanya itu, bisa terjadi peradangan sistemik yang menimbulkan radang sendi. Namun, bukan berarti mengurangi asupan gula bisa menyelesaikan radang sendi seketika karena banyak faktor lain yang berperan.
Ketika pola tidur berantakan, coba perhatikan apa saja yang dikonsumsi. Semakin tinggi asupan gula dapat berdampak pada kualitas tidur. Kadar glikemiks dalam tubuh turut berperan dalam tahapan tidur hingga suasana kamar. Konsumsi gula secara kronis dapat mengganggu siklus ini.
0 Comments